Paid2YouTube.com

rss

25 November 2008

MATERIALISME DI DALAM SUMBER-SUMBER MASONIK

I. KEYAKINAN AKAN MATERI ABSOLUT

Kaum Mason masa kini, sebagaimana para fir’aun, pendeta, dan kelas-kelas lain dari Mesir Kuno, memercayai bahwa materi kekal dan tidak diciptakan, dan bahwa dari materi tak berjiwa ini makhluk hidup dapat muncul secara kebetulan. Di dalam tulisan-tulisan Masonik kita dapat membaca penjelasan terperinci dari unsur-unsur dasar filosofi materialis.

Di dalam bukunya, Masonluktan Esinlenmeler (Inspirasi dari Freemasonry), Imam Mason Selami Isindag menulis tentang filosofi materialis Masonry yang sebenarnya:


Seluruh angkasa, atmosfer, bintang-bintang, alam, seluruh makhluk hidup dan tak hidup tersusun dari atom-atom. Manusia tidak lebih dari kumpulan atom-atom yang terbentuk secara spontan. Keseimbangan pada arus listrik di antara atom-atom memastikan kelangsungan hidup makhluk hidup. Ketika keseimbangan ini rusak (bukan listrik di dalam atom itu), kita mati, kembali ke bumi dan mengurai menjadi atom-atom. Artinya, kita berasal dari materi dan energi, dan kita akan kembali menjadi materi dan energi. Tumbuhan memanfaatkan atom-atom kita, dan semua makhluk hidup termasuk kita memanfaatkan tumbuhan. Segala sesuatu terbuat dari zat yang sama. Namun karena otak kita mengalami evolusi tertinggi dibandingkan semua hewan, muncullah kesadaran. Jika kita amati hasil-hasil psikologi eksperimental, kita melihat bahwa pengalaman psikis tiga sisi dari emosi-pikiran-kemauan adalah hasil dari sel-sel lapisan luar otak dan hormon-hormon yang berfungsi seimbang…. Sains positif memercayai bahwa tidak ada yang menjadi ada dari ketiadaan, dan tidak ada yang akan musnah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa manusia tidak perlu bersyukur atau menurut kepada kekuatan apa pun. Alam semesta adalah sebuah totalitas energi tanpa awal dan akhir. Segala sesuatu lahir dari totalitas energi ini, berevolusi dan mati, tetapi tidak pernah benar-benar sirna. Benda-benda berubah dan bertransformasi. Sama sekali tidak ada hal-hal semacam kematian atau kehilangan, yang ada ialah perubahan yang terus-menerus, transformasi dan formasi. Namun mustahil menjelaskan pertanyaan besar dan rahasia universal ini dengan hukum-hukum ilmiah. Walau demikian penjelasan ekstra-ilmiah adalah deskripsi khayalan, dogma dan kepercayaan yang sia-sia. Menurut sains dan logika positivis, tidak ada jiwa di luar tubuh.

Teori-teori materialis di dalam literatur Masonik tidak berbeda dengan yang ditemukan pada tulisan-tulisan ideolog materialis seperti Marx, Engels, dan Lenin.

Anda akan menemukan pandangan-pandangan yang identik dengan kutipan di atas pada buku-buku pemikir materialis seperti K. Marx, F. Engels, V.I. Lenin, G. Politzer, C. Sagan, dan J. Monod. Mereka semua memercayai mitos utama materialis bahwa alam semesta selalu ada, materi adalah satu entitas keberadaan yang mutlak, materi berevolusi di dalam dan di luar dirinya, dan kehidupan muncul sebagai hasil dari perubahan. Tepat sekali penggunaan istilah mitos di sini karena, berlawanan dengan klaim Isindag bahwa “proses-proses ini adalah hasil dari sains dan logika positif”, semua pandangan ini telah digugurkan oleh penemuan-penemuan ilmiah di paro kedua abad kedua puluh. Misalnya, teori Big Bang yang telah diterima di kalangan ilmiah menunjukkan bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan jutaan tahun yang lalu. Hukum Termodinamika menunjukkan bahwa materi tidak memunyai kemampuan untuk mengorganisasi dirinya sendiri, sehingga keseimbangan dan keteraturan di alam semesta adalah hasil dari suatu penciptaan sadar. Dengan menunjukkan desain luar biasa pada makhluk hidup, biologi membuktikan keberadaan sang Pencipta yang menciptakan kesemuanya. (Untuk perincian, lihat karya Harun Yahya, Penciptaan Alam Raya, Darwinisme yang Terbantahkan, Keruntuhan Teori Evolusi)

Di dalam artikel ini, Isindag selanjutnya menjelaskan bahwa pada kenyataannya kaum Mason adalah materialis dan karenanya, ateis; juga bahwa mereka menggunakan konsep “Arsitek Agung Alam Semesta” dengan merujuk kepada evolusi materi:

Saya ingin menyinggung secara amat singkat beberapa prinsip, pemikiran yang diadopsi oleh kaum Mason: Menurut Masonry, kehidupan bermula dari sebuah sel tunggal, berubah, bertransformasi dan berevolusi menjadi manusia. Sifat, penyebab, tujuan, atau kondisi dari permulaan ini tidak diketahui. Kehidupan datang dari kombinasi materi dan energi dan kembali kepadanya. Jika kita menerima sang Arsitek Agung Alam Semesta sebagai suatu prinsip yang luhur, suatu horison kebaikan dan keindahan, puncak dari evolusi, tahapan tertinggi dan idealnya yang dituju oleh kerja keras manusia, dan jika kita tidak membuatnya sesuai ukuran tertentu, kita mungkin terselamatkan dari dogmatisme. 82

Sebagaimana kita pahami, filosofi Masonik memunyai salah satu prinsip paling dasar bahwa segala sesuatu berasal dari materi dan kembali kepada materi. Segi menarik dari pandangan ini adalah bahwa kaum Mason tidak menganggap filosofi ini khusus bagi diri mereka saja, mereka ingin menyebarkan pemikiran ini kepada keseluruhan masyarakat. Isindag melanjutkan:

Seorang Mason yang terlatih dengan prinsip-prinsip dan doktrin-doktrin ini menerima tugas untuk mendidik masyarakat… dan untuk memajukan mereka dengan mengajarkan prinsip-prinsip logika dan sains positif kepada mereka. Dengan begitu, Masonry disampaikan kepada masyarakat. Ia bekerja atas nama masyarakat tanpa menghiraukan masyarakat. 83

Kata-kata ini menunjukkan dua aspek peran Masonry yang dirasakan di masyarakat;

  • Di balik samaran sains positif dan logika, Masonry berusaha memaksakan filosofi materialis yang dipercayainya (yakni, mitos Mesir Kuno) kepada masyarakat.

  • Mereka bermaksud melakukan ini tanpa menghiraukan masyarakat. Artinya, walaupun suatu masyarakat memercayai Tuhan dan tidak berminat menerima filosofi materialis, Masonry akan berkeras dengan upaya mengubah pandangan masyarakat tanpa persetujuan mereka.

    Ada hal penting lainnya yang harus diperhatikan di sini: terminologi yang digunakan kaum Mason kerap memerdaya. Di dalam tulisan-tulisan mereka, terutama yang ditujukan kepada masyarakat selebihnya, bahasa yang mereka gunakan dirancang untuk menunjukkan bahwa filosofi mereka tidak berbahaya, cerdas, dan toleran. Contohnya dapat dilihat pada kutipan di atas, di dalam gagasan “memajukan masyarakat dengan mengajarkan prinsip-prinsip logika dan sains positif”. Nyatanya, filosofi Masonik tidak ada hubungannya dengan “sains dan logika”; ia adalah sebuah mitos kuno yang terbang di depan wajah sains. Tujuan Masonry bukanlah untuk memajukan masyarakat; namun untuk memaksakan filosofi mereka kepada masyarakat. Ketika mereka menyatakan bahwa mereka bertekad untuk melakukan ini tanpa menghiraukan masyarakat, kita saksikan bahwa mereka tidaklah toleran, namun berpandangan totaliter.


    II. PENOLAKAN AKAN KEBERADAAN RUH DAN AKHIRAT

    Sebagai bagian dari keyakinan materialis mereka, kaum Mason tidak menerima keberadaan roh manusia dan menolak sepenuhnya gagasan tentang hari akhirat. Walau demikian, tulisan-tulisan Masonik terkadang menyebut tentang mereka yang meninggal “telah melangkah ke keabadian” atau ungkapan spiritual sejenisnya. Mungkin tampaknya bertolak belakang, tetapi sebenarnya tidak, karena semua rujukan Masonry kepada keabadian ruh adalah simbolik. Mimar Sinan menyinggung topik ini di dalam sebuah artikel bertajuk, “Setelah Kematian menurut Masonry”:

    Di dalam mitos Master Hiram, kaum Mason meyakini kebangkitan setelah mati secara simbolik. Kebangkitan ini menunjukkan bahwa kebenaran selalu menang atas kematian dan kegelapan. Masonry tidak menganggap penting keberadaan roh yang berada di luar jasad. Di dalam Masonry, kebangkitan setelah kematian adalah dengan meninggalkan karya spiritual dan material sebagai warisan kepada umat manusia. Inilah yang mengekalkan manusia. Barang siapa yang tidak mampu mengabadikan nama di kehidupan manusia yang jelas-jelas singkat ini adalah orang yang gagal. Kita menganggap barang siapa yang telah mengabadikan nama sebagai mereka yang telah mengerahkan segenap daya upayanya, baik bagi orang-orang sezamannya maupun generasi setelah mereka, untuk memberi kebahagiaan dan memastikan sebuah dunia yang lebih ramah bagi manusia. Tujuan mereka adalah untuk memuliakan gerak hati yang ramah yang memengaruhi kehidupan manusia.… Manusia yang telah berupaya selama berabad-abad untuk memperoleh kekekalan dapat mencapainya dengan karya yang ia lakukan, pelayanan yang ia berikan, serta pemikiran yang ia hasilkan; dan ini akan memberi arti pada kehidupannya. Seperti dijelaskan oleh Tolstoy, “Surga akan tercipta di dunia ini dan manusia akan mencapai kebajikan tertinggi yang dapat diraih”

    Tentang topik serupa, Imam Mason Isindag menulis:

    HAKIKAT SEGALA SESUATU: Masonry memahami ini sebagai energi dan materi. Mereka berkata bahwa segala sesuatu berubah tahap demi tahap dan akan kembali kepada materi: Secara ilmiah, ini didefinisikan sebagai kematian. Mistisisme tentang hal ini, yaitu kepercayaan tentang kedua daya yang membentuk manusia — roh dan jasad — bahwa tubuh akan mati dan roh tetap hidup; bahwa roh itu berpindah ke alam roh, meneruskan keberadaan mereka di situ dan kembali ke tubuh lainnya jika Tuhan berkehendak, tidak sesuai dengan gagasan perubahan-transformasi yang diyakini oleh Masonry. Gagasan Masonry tentang hal tersebut dapat diungkapkan seperti ini: “Setelah kematian, satu-satunya hal yang tersisa dari Anda, dan tidak mati, adalah kenangan tentang kedewasaan Anda dan apa yang telah Anda capai.” Gagasan ini adalah semacam cara berpikir filosofis yang didasarkan atas prinsip-prinsip sains positif dan logika. Keyakinan religius tentang keabadian roh dan kebangkitan kembali setelah mati tidak bersesuaian dengan prinsip-prinsip positif. Masonry telah mengambil prinsip-prinsip pemikiran dari sistem filosofis rasional dan positif. Maka, dalam pertanyaan filosofis ini, Masonry memunyai cara berpikir dan penjelasan yang berbeda dari agama.


    Kaum Mason memercayai materialisme dan menolak pemikiran tentang hidup setelah mati. Kadang-kadang konsep hidup setelah mati muncul di dalam teks Masonik, namun sebagaimana digambarkan di dalam mitos Hiram di sini (kiri), maknanya adalah kesinambungan memori dari nama seseorang di dunia ini.

Mengingkari kebangkitan setelah mati dan mencari kekekalan dengan warisan duniawi…. Bahkan jika kaum Mason menampilkan gagasan ini seakan bersesuaian dengan sains modern, nyatanya ia tak lain dari mitos yang dipercayai oleh orang-orang tak bertuhan sejak abad-abad awal sejarah. Al Quran menyebutkan tentang orang-orang yang tak bertuhan sebagai “mendirikan bangunan-bangunan indah dengan maksud supaya kekal.” Hud (’alaihi salam), salah seorang nabi di masa silam, memperingatkan kaum ‘Ad akan bentuk kejahilan ini, sebagaimana ayat-ayat berikut:

Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa?

Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan kepadamu,

Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.

Dan sekali-kali aku tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.

Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main,

dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal?

Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang kejam dan bengis.

Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku."
(QS. Asy-Syu'araa, 26: 124-131)

Kesalahan yang dilakukan kaum tak bertuhan ini bukanlah mendirikan gedung-gedung indah. Umat muslim juga memandang seni sebagai sesuatu yang penting; dengan membuatnya, mereka mencoba memperindah dunia. Perbedaannya terletak pada niat. Seorang muslim yang tertarik akan seni sejauh itu mengekspresikan keindahan dan gagasan estetik yang telah diberikan Allah kepada manusia. Orang-orang yang tak bertuhan keliru dengan menganggap seni sebagai sebuah jalan menuju kekekalan.


KEGANJILAN ILMIAH DARI PENGINGKARAN JIWA

Penolakan kaum Mason atas keberadaan roh, dan klaim mereka bahwa kesadaran manusia tersusun dari materi, tidak bersesuaian dengan sains. Sebaliknya, penemuan-penemuan ilmiah modern menunjukkan bahwa kesadaran manusia tidak dapat direduksi menjadi materi, dan bahwa kesadaran tidak dapat dijelaskan dengan syarat-syarat fungsi otak.

Pengamatan atas literatur yang relevan menunjukkan bahwa para ilmuwan tidak mencapai kesimpulan apa pun sebagai hasil upaya mereka, yang didorong oleh keyakinan materialis, untuk mereduksi kesadaran menjadi otak, dan banyak yang akhirnya menyerah. Saat ini, banyak peneliti yang berpendapat bahwa kesadaran manusia datang dari sebuah sumber yang tak diketahui di luar neuron-neuron di dalam otak dan molekul-molekul serta atom-atom yang membentuk mereka.

Setelah kajian bertahun-tahun, salah seorang peneliti, Wilder Penfield, mencapai kesimpulan bahwa keberadaan ruh adalah fakta yang tak terbantahkan:

Setelah bertahun-tahun berupaya keras untuk menjelaskan pikiran berbasiskan kegiatan otak saja, saya mencapai kesimpulan bahwa lebih sederhana (dan jauh lebih mudah menjadi logis) jika kita mengambil hipotesis bahwa keberadaan kita memang meliputi dua unsur fundamental (otak dan pikiran [atau jiwa]).… Karena tampaknya pasti bahwa untuk menjelaskan pikiran dengan basis kegiatan neuron di dalam otak akan selalu sangat mustahil…. Saya terpaksa memilih dalil bahwa keberadaan kita akan terjelaskan atas landasan dua unsur fundamental. [otak dan pikiran, atau tubuh dan jiwa]

Yang membawa para ilmuwan kepada kesimpulan ini adalah fakta bahwa kesadaran tidak akan pernah dapat dijelaskan dengan ketentuan-ketentuan berbagai faktor materi belaka. Otak manusia bagaikan sebuah komputer yang luar biasa, tempat informasi dari pancaindera kita dikumpulkan dan diproses. Namun, komputer ini tidak memunyai perasaan “diri”; ia tidak dapat memahami, merasa, atau berpikir tentang sensasi yang diterimanya. Ahli fisika Inggris terkemuka, Roger Penrose, di dalam bukunya The Emperor's New Mind, menuliskan:

Apa yang memberikan seseorang identitas pribadinya? Apakah, hingga batas tertentu, atom-atom yang menyusun tubuhnya? Apakah identitasnya tergantung pada pilihan tertentu elektron, proton, dan partikel lainnya yang menyusun atom itu? Setidaknya ada dua alasan mengapa hal ini tidak mungkin. Pertama, terjadi pergantian yang terus-menerus pada material tubuh setiap manusia yang hidup. Ini terjadi terutama pada sel-sel pada otak seseorang, walaupun faktanya tidak ada sel-sel otak yang benar-benar baru yang diproduksi setelah lahir. Kebanyakan atom di dalam masing-masing sel hidup (termasuk setiap sel otak) dan tentu saja sebenarnya, keseluruhan material tubuh kita telah berganti berulang kali sejak lahir. Alasan kedua datang dari fisika kuantum…. Jika elektron dari otak seseorang dipertukarkan dengan elektron dari batu bata, maka keadaan sistem akan tepat sama keadaannya dengan sebelumnya, tidak sekadar tak dapat dibedakan! Hal serupa berlaku bagi proton dan jenis partikel apa saja, dan untuk keseluruhan atom, molekul, dan seterusnya. Jika keseluruhan kandungan material seseorang dipertukarkan dengan partikel yang sepadan pada batu bata rumahnya, maka dalam pengertian yang kuat, tidak ada sesuatu pun yang akan terjadi.

Penrose jelas-jelas mengatakan bahwa jika semua atom manusia dipertukarkan dengan atom batu bata, kualitas yang membuat seseorang manusia berkesadaran akan tetap sama. Atau kita dapat balikkan. Jika kita pertukarkan partikel-partikel atom di otak dengan atom di batu bata, tidaklah batu bata itu akan memiliki kesadaran.


Prof. Penrose berpendapat bahwa materialisme tidak akan pernah berarti bagi pikiran manusia.

Singkatnya, yang membuat seseorang menjadi manusia bukanlah sifat material; namun sifat spiritual, dan jelaslah bahwa sumbernya adalah suatu entitas yang berada di luar materi. Pada kesimpulan bukunya, Penrose berkomentar:

Kesadaran bagi saya merupakan suatu fenomena penting yang tak dapat saya percayai begitu saja sebagai sesuatu yang “secara kebetulan” muncul dengan perhitungan yang rumit. Ini adalah fenomena untuk mengetahui keberadaan alam semesta itu sendiri.

Lalu apa pendirian materialisme di bawah sorotan berbagai temuan ini? Bagaimana mungkin kaum materialis mengklaim bahwa manusia tersusun semata dari materi, dan bahwa seorang manusia dengan kecerdasan, perasaan, pemikiran, ingatan, dan indera, dapat muncul melalui komposisi kebetulan dari atom-atom yang tidak hidup dan tanpa kesadaran? Bagaimana mereka dapat berpikir bahwa proses sedemikian itu mungkin terjadi?

Pertanyaan-pertanyaan ini penting bagi semua materialis. Namun, berbagai tulisan Masonik dengan topik-topik ini berisi gagasan-gagasan yang jauh lebih aneh dari apa yang ditemukan pada tulisan kaum materialis. Jika kita amati berbagai tulisan ini, kita melihat dengan jelas bahwa di balik filosofi materialis terdapat “penyembahan materi”.




Share/Save/Bookmark

0 komentar:


Post a Comment

Jika anda tertarik, muak, atau bahkan tidak setuju dengan artikel ini, silahkan tuliskan komentar anda di kotak komentar yang disediakan.

Related Posts with Thumbnails
 

Top Commentators

Recent Comments

About Me

My photo
Mereka aja bisa, masa' kamu nggak ?